MesirKuno adalah suatu peradaban kuno di bagian timur laut Afrika.Peradaban ini terpusat di sepanjang hilir sungai Nil.Peradaban ini dimulai dengan unifikasi Mesir Hulu dan Hilir sekitar 3150 SM, dan selanjutnya berkembang selama kurang lebih tiga milenium.Sejarahnya mengalir melalui periode kerajaan-kerajaan yang stabil, masing-masing diantarai oleh periode ketidakstabilan yang dikenal

Berandamotif batikBatik Motif Gurdo Baca selengkapnya Batik Motif Gurdo by. batikbumi Motif batik gurdo atau garudo, kita mungkin sudah sering melihat motif batik ini, hanya mungkin kurang menyadarinya. Motif batik Gurdo lebih mudah dikenali karena disamping bentuknya yang sederhana juga gambarnya sangat jelas dan tidak terlalu banyak variasinya. Bentuk motif gurdo ini terdiri dari dua buah sayap lar dan ditengah-tengahnya terdapat badan dan ekor. Menurut orang Yogyakarta burung ini dianggap sebagai binatang yang Batik Gurdo adalah salah satu motif klasik khas Jogjakarta yang awalnya hanya dibuat di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Motif Garudo, biasa dilafalkan menjadi gurdo, berasal dari kata garuda. Dalam agama Hindu, garuda merupakan kendaraan dari dewa Wisnu, Garuda adalah sejenis burung yang bertubuh dan berkaki manusia, tapi berkepala dan bersayap seperti burung. Dewa Wisnu merupakan Dewa Matahari sehingga dilambangkan sebagai sumber kehidupan utama dan kejantanan. Selain itu, motif jenis ini merupakan motif larangan yang tidak boleh dipakai oleh rakyat biasa, Motif jenis ini hanya digunakan oleh Raja, sehingga diharapkan seorang Raja dapat menerangi kehidupan dunia dan untuk menunjukkan keagungan gurdo merupakan motif batik yang cukup populer bagi masyarakat Jawa, terutama karena motif ini diaplikasikan oleh keraton mataram sebagai lambang kerajaan batik gurdo ini sering dipadu dengan motif batik lainya seperti motif batik sawat dan dan dikenal dengan nama sawat gurdo. Beli batik motif Gurdo garuda

Warnamerah saat Imlek ini erat kaitannya dengan legenda makhluk buas bernama Nian. Dilansir dari Rider's Digest, Nian hidup dalam mitologi masyarakat Tionghoa. Nian dilambangkan dengan sesosok binatang buas berbentuk setengah banteng dan berkepala singa yang meneror penduduk di desa-desa yang didiami masyarakat Tionghoa.
- Makna dan Filosofi Rumah Batak Toba yang Perlu Kita KetahuiSuku Batak terdiri dari enam kelompok puak yang sebagian besar menempati daerah Sumatera Utara, terdiri dari Angkola/Mandailing,Karo, Simalungun, Pakpak, dan Toba. Suku Batak Toba adalah masyarakat Batak Toba yang bertempat tinggal sebagai penduduk asli di sekitar Danau Toba di Tapanuli Utara. Pola perkampungan pada umumnya berkelompok. Kelompok bangunan pada suatu kampung umumnya dua baris, yaitu barisan Utara dan Selatan. Barisan Utara terdiri dari lumbung tempat menyimpan padi dan barisan atas terdiri dari rumah Batak rumah adat, dipisahkan oleh ruangan terbuka untuk semua kegiatan di daerah Danau Toba, meskipun saat ini telah kehilangan dibandingkan dengan bentuk desa masa lampau, tetapi ciri yang umum masih ada bahkan pada desa-desa yang kecil, yaitu dikelilingi oleh sebuah belukar bambu. Pohon-pohon bambu sangat tinggi dan seringkali sulit untuk melihat rumah-rumahnya dari luar desa itu, kecuali di daerah yang berbukit. Di sekitar Balige, poros bangunan yang panjang mempunyai arah Utara-Selatan sedang di daerah bukit poros bangunan yang panjang sering diorientasikan secara melintang ke arah sudut-sudut yang tepat ke lereng-lereng bukit. Di daerah Samosir, poros bangunan yang panjang diarahkan ke mulanya Huta, Lumban, atau kampung itu hanya dihuni oleh satu klan atau marga dan Huta itu pun dibangun oleh klan itu sendiri. Jadi sejak mulanya Huta itu adalah milik bersama. Sebagaimana ciri khas orang Batak yang suka gotong-royong, demikianlah mereka membangun Huta. Oleh karena Huta didiami oleh sekelompok orang yang semarga, maka ikatan kekeluargaan sangat erat di Huta itu. Mereka secara gotong-royong membangun dan memperbaiki rumah, secara bersama-sama memperbaiki pancuran tempat mandi, memperbaiki pengairan, mengerjakan ladang dan sawah, dan bersama-sama pula memetik Huta hanya didiami beberapa anggota keluarga yang berasal dari satu leluhur. Disebabkan oleh pertambahan penduduk, kemudian dibangunlah rumah dekat rumah leleuhur atau ayah yang pertama. Demikian seterusnya bangunan rumah makin bertambah, sehingga terbentuk perkampungan yang lebih ramai. Sering pula kampung itu terdiri dari beberapa kelompok kampung-kampung kecil, yang hanya dipisahkan pagar bambu yang ditanam dipinggiran usaha beberapa orang dari anggota masyarakat dalam satu kampung untuk memisahkan diri dan membentuk kampung sendiri, dapat membuat berdirinya Huta lain. Suatu Huta yang baru, hanya dapat diresmikan kalau sudah ada ijin dari Huta yang lama Huta induk dan telah menjalankan suatu upacara tertentu yang bersifat membayar hutang kepada Huta Adat Batak Toba Makna dan FilosofiRumah adat Batak Toba berdasarkan fungsinya dapat dibedakan ke dalam rumah yang digunakan untuk tempat tinggal keluarga disebut ruma, dan rumah yang digunakan sebagai tempat penyimpanan lumbung disebut Sopo. Bahan-bahan bangunan terdiri dari kayu dengan tiang-tiang yang besar dan kokoh. Dinding dari papan atau tepas, lantai juga dari papan sedangkan atap dari ijuk. Tipe khas rumah adat Batak Toba adalah bentuk atapnya yang melengkung dan pada ujung atap sebelah depan kadang-kadang dilekatkan tanduk kerbau, sehingga rumah adat itu menyerupai kerbau adalah atap yang melengkung, kaki-kaki kerbau adalah tiang-tiang pada kolong rumah. Sebagai ukuran dipakai depa, jengkal, asta dan langkah seperti ukuran-ukuran yang pada umumnya dipergunakan pada rumah-rumah tradisional di Jawa, Bali dan daerah-daerah lain. Pada umumnya dinding rumah merupakan center point, karena adanya ukir-ukiran yang berwarna merah, putih dan hitam yang merupakan warna tradisional Gorga Sarimunggu yaitu ruma gorga yang memiliki hiasan yang penuh makna dan arti. Dari segi bentuk, arah motif dapat dicerminkan falsafah maupun pandangan hidup orang Batak yang suka musyawarah, gotong royong, suka berterus terang, sifat terbuka, dinamis dan Parsantian didirikan oleh sekeluarga dan siapa yang jadi anak bungsu itulah yang diberi hak untuk menempati dan merawatnya. Di dalam satu rumah dapat tinggal beberapa keluarga , antara keluarga bapak dan keluarga anak yang sudah menikah. Biasanya orangtua tidur di bagian salah satu sudut rumah. Seringkali keluarga menantu tinggal bersama orangtua dalam rumah yang melambangkan makrokosmos dan mikrokosmos yang terdiri dari adanya tritunggal benua, yaitu Benua Atas yang ditempati Dewa, dilambangkan dengan atap rumah; Benua Tengah yang ditempati manusia, dilambangkan dengan lantai dan dinding; Benua Bawah sebagai tempat kematian dilambangkan dengan kolong. Pada jaman dulu, rumah bagian tengah itu tidak mempunyai kamar-kamar dan naik ke rumah harus melalui tangga dari kolong rumah, terdiri dari lima sampai tujuh buah anak meletakkan pondasi lebih dahulu diadakan sesajen, biasanya berupa hewan, seperti kerbau atau babi. Caranya yaitu dengan meletakkan kepala binatang tersebut ke dalam lubang pondasi, juga darahnya di tuang kedalam lubang. Tujuannya supaya pemilik rumah selamat dan banyak rejeki di tempat yang tiang yang dekat dengan pintu basiha pandak yang berfungsi untuk memikul bagian atas, khususnya landasan lantai rumah dan bentuknya bulat panjang. Balok untuk menghubungkan semua tiang-tiang disebut rassang yang lebih tebal dari papan. Berfungsi untuk mempersatukan tiang-tiang depan, belakang, samping kanan dan kiri rumah dan dipegang oleh solong-solong pengganti paku. Pintu kolong rumah digunakan untuk jalannya kerbau supaya bisa masuk ke dalam rumah terdiri dari dua macam, yaitu pertama, tangga jantan balatuk tunggal, terbuat dari potongan sebatang pohon atau tiang yang dibentuk menjadi anak tangga. Anak tangga adalah lobang pada batang itu sendiri,berjumlah lima atau tujuh buah. Biasanya terbuat dari sejenis pohon besar yang batangnya kuat dan disebut sibagure. Kedua, tangga betina balatuk boru-boru, terbuat dari beberapa potong kayu yang keras dan jumlah anak tangganya depan dan belakang rumah adat satu sama lain dihubungkan oleh papan yang agak tebal tustus parbarat, menembus lubang pada tiang depan dan belakang. Pada waktu peletakannya, tepat di bawah tiang ditanam ijuk yang berisi ramuan obat-obatan dan telur ayam yang telah dipecah, bertujuan agar penghuni rumah terhindar dari mara adat Batak Toba pada bagian-bagian lainnya terdapat ornamen-ornamen yang penuh dengan makna dan simbolisme, yang menggambarkan kewibawaan dan kharisma. Ornamen-ornamen tersebut berupa orang yang menarik kerbau melambangkan kehidupan dan semangat kerja, ornament-ornamen perang dan dan sebagainya. Teknik ragam hias terdiri dari dua cara, yaitu dengan teknik ukir teknik lukis. Untuk mengukir digunakan pisau tajam dengan alat pemukulnya pasak-pasak dari kayu. Sedangkan teknik lukis bahannya diolah sendiri dari batu-batuan atau pun tanaga yang keras dan arang. Atap rumah terbuat dari ijuk yang terdiri dari tiga lapis. Lapisan pertama disebut tuham-tuham satu golongan besar dari ijuk, yang disusun mulai dari jabu bona tebalnya 20 cm dan luasnya 1×1,5 m2. Antara tuham yang satu dan dengan tuham lainnya diisi dengan ijuk agar permukaannya menjadi rata. Lapisan kedua, yaitu lalubaknya berupa ijuk yang langsung diambil dari pohon Enau dan masih padat, diletakkan lapis ketiga. Setiap lapisan diikat dengan jarum yang terbuat dari bambu dengan jarak 0,5 mendirikan bangunan diadakan musyawarah terlebih dahulu. Hasil musyawarah dikonsultasikan kepada pengetua untuk memohon nasihat atau saran. Setelah diadakan musyawarah, tindakan berikutnya adalah peninjauan tempat. Apabila tempat tersebut memenuhi persyaratan, maka ditandai dengan mare-mare yakni daun pohon enau yang masih muda dan berwarna kuning, yang merupakan pertanda atau pengumuman bagi penduduk disekitarnya bahwa tempat tersebut akan dijadikan pertama adalah pencarian pohon-pohon yang cocok kemudian ditebang dan dikumpulkan disekitar tempat-tempat yang akan didirikan rumah. Kemudian bahan-bahan tersebut ditumpuk ditempat tertentu agar terhindar dari hujan dan tidak cepat lapuk atau menjadi mendirikan suatu rumah adat biasanya memakan waktu sampai lima tahun. Sudah barang tentu memakan biaya banyak, karena banyaknya hewan yang dikorbankan, untuk memenuhi syarat-syarat dan upacara-upacara yang diadakan, baik sebelum mendirikan bangunan upacara mengusung bunti, pada waktu mendirikan bangunan upacara parsik tiang pada waktu memasang tiang, dan panaik uwur pada waktu memasang uwur maupun pada waktu bangunan telah selesai, yaitu upacara memasuki rumah baru mangopoi jambu dan upacara memestakan rumah pamestahon jabu
76Mohd Nasrulamiazam Mohd Nasir & Asyaari Muhamad dikaitkan dengan penggunaan bahan kayu. Sumber daripada bahan kayu memberi fungsi yang besar kepada aktiviti seharian termasuk kegiatan ekonomi mereka. Umumnya di daratan sumber kayu digunakan untuk rumah kediaman, alat bercucuk tanam, peralatan dapur, senjata dan sebagainya. Di lautan pula, sumber kayu digunakan untuk membuat perahu
Menggambar adalah identitas kewarganegaraan. Negeri ini telah mengenal batik sebelum masuknya supremsi India. Itu pendapat sejarawan Prof Dr RM Sutjipto Wirjosuparto. Pendapat ini lebih lestari dengan ditemukannya patung-patung candi di Indonesia sejak abad IX. Di antaranya melukiskan ornamen kawung, lereng, ceplok dan motif cindhen’. Terbit temuan itu menunjukkan, urut-urutan batik di Indonesia, termuat di keraton– lebih mengutamakan makna sanjungan kepada para dewa dan sukma karuhun. Bagaimana busana batik di Keraton Yogyakarta? Busana batik di Keraton Yogyakarta punya makna khusus. Seperti motif sawat– yang halal terwalak sreg corak semen, menurut mitologi Hindu-Jawa diambil berpangkal rencana sayap burung garuda kendaraan Dewa Wisnu. Sawat dapat kembali berarti melempar, sebuah arti nan diberikan berlandaskan asisten Jawa akan adanya peninggalan Betara Indra nan bisa disawatake dilemparkan secepat kilat. Pusaka Bajra ini dianggap sebagai pengarak hujan yang mendatangkan kemakmuran. Dengan demikian kain yang bermotif sawat diharapkan dapat membawa kemakmuran, perbawa dan perlindungan lakukan pemakainya. Tentang dandan cemukiran/cemungkiran berpola pendar– yakni salah suatu corak larangan. Rona ini biasa dipergunakan sebagai garis pemisah antara bidang berpola dengan bidang kosong nan terdapat pada tepi blumbangan kampuh ataupun sreg ikat kepala. Lengkap mirip cerah itu diibaratkan nur matahari yang melambangkan kehebatan dan keagungan. Lambang Syiwa. Batara Syiwa menurut kepercayaan Jawa diyakini menjelma n domestik diri raja, sehingga kurnia cemungkiran begitu juga huk. Cuma berwajib dipakai maka dari itu raja dan putra mahkota. Dulu, menggambar merupakan gaun khas dari golongan ningrat kalangan atas. Kepercayaan akan dapat terciptanya suasana religius magis berpunca pancaran menulis, membuat para bangsawan kian mengutamakan corak menulis nan mengandung kemujaraban simbolik. Ini didukung oleh keyakinan bersendikan pola pikir mitologis, yang menekankan lega bentuk kepercayaan beraspek religius. Oleh karena itu, beberapa corak menulis terutama yang bernilai falsafah hierarki, dinyatakan sebagai warna pemali bagi publik publik. mok/jss Source
Menuruttarikh kalender Athena kuno, periode antara pertengahan Januari dengan pertengahan Februari adalah bulan Gamelion, yang dipersembahkan kepada pernikahan suci Dewa Zeus dan Hera. Di Roma kuno, 15 Februari adalah hari raya Lupercalia, sebuah perayaan Lupercus, dewa kesuburan, yang dilambangkan setengah telanjang dan berpakaian kulit kambing.

Batik merupakan hasil seni budaya yang memiliki keindahan visual dan mengandung makna filosofis pada setiap motifnya. Penampilan sehelai batik tradisional, baik dari segi motif maupun warnanya, dapat mengatakan kepada kita darimana batik tersebut berasal. Begitu pula dengan Batik Klasik, yang pada masanya motif batik tertentu menggambarkan derajat dari pemakai batik tersebut. Misalnya Batik Motif Semeru dari Surakarta yang digunakan oleh Raja Jawa pada masa itu. Batik pada masa itu memiliki makna filosofis yang tinggi, setiap motif yang tergambar memiliki makna dan filosofi yang dalam, bahkan juga menjadi doa yang dipanjatkan kepada Yang Maha Kuasa dan berharap pemakai batik tersebut mendapatkan sesuai apa yang di doakan dalam motif tersebut. Batik klasik tidak diketahui pencipta setiap motifnya, hal ini dikarenakan kepercayaan masyarakat pada masa itu, bahwa mereka menciptakan sesuatu, dalam hal ini batik, ditujukan hanya untuk Yang Maha Kuasa, tanpa ingin diketahui siapa dirinya oleh masyarakat.

PenyataanRoh melalui karunia-karunia dapat ditiru oleh iblis maupun oleh pelayan. yang palsu yang menyamar sebagai hamba Kristus (Mat 7:21-23; 24:11,24; 2Kor. 11:13-15; 2Tes 2:8-10). Orang percaya tidak boleh mempercayai setiap penyataan. rohani, tetapi harus "ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab. MITOLOGI JAWA DALAM MOTIF BATIK UNSUR ALAM Pujiyanto Abstract Batik with natural motif is one of batik designs presenting natural descriptions such as animals, plants, fire, amulet, and the like. The batik visually exposes reliefs like roots spreading to every direction. The relief is shown on semen, sawat, and alas-alasan motifs. The elements on the three motifs symbolize three groups of nature; the lower-level, the mid-level, and the upper-level nature. Key words semen motif, sawat motif, alas-alasan motif, Javanese myth. Motif batik unsur alam adalah penyederhanaan unsur bentuk alam dengan maksud perlambangan. Pengelompokan atau penggolongan motif batik unsur alam didasari oleh bentuk ornamen yang ditampilkan dalam motif. Bentuk-bentuk ornamen yang ada dalam motif ditampil-kan secara bebas, artinya tidak banyak mengacu ke ilmu ukur. Motif ditampilkan dengan gaya lung lenggak-lenggok sebagai stilasi dari beberapa unsur bentuk alam, seperti; api, gunung, garuda burung, ular naga, daun, bunga, akar, dan sebagainya. Bentuk-bentuk tersebut mempunyai maksud dan falsafah yang dalam sesuai dengan nama motif batik. Pengelompokan nama-nama motif batik jumlahnya cukup banyak, karena variasi motif terus berkembang, sehingga menghasilkan jenis polapola baru. Meskipun mengalami perkembangan khususnya pada bentuk ornamen yang ditampilkan, tetapi motif batik tetap mengacu pada unsurunsur alam yang melambangkan kesuburan. Beberapa motif batik unsur Pujiyanto adalah dosen Jurusan Seni dan Desain, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 128 Pujianto, Metologi Jawa dalam Motif Batik Unsur Alam 129 alam yang terdapat di batik adat Keraton adalah; motif Semen, motif Sawat, dan motif Alas-alasan. MOTIF SEMEN Semen berasal dari kata semi yang berarti bertunas pada daun tumbuh-tumbuhan Yudoseputro, 1983 128. Pola Semen merupakan ornamen yang menggambarkan tumbuh-tumbuhan atau tanaman menjalar. Dalam motif sering ditampilkan beberapa macam bentuk ornamen stilasi, yaitu bentuk binatang, tanaman, dan unsur-unsur lain. Namun yang mendominasi motif Semen adalah pohon atau tanaman beserta akar dan sulurnya yang tumbuh atau semi, sebagai simbol kesuburan. Motif yang digambarkan sebagai pohon hayat memberi pengertian suatu kehidupan. Tumbuh-tumbuhan ditampil-kan di seluruh bidang yang berfungsi sebagai pengisi ruang dengan gaya lemah lembut, seakan menjalar menuju ruang kosong. Penempatan ornamen tumbuh-tumbuhan seakan-akan tanpa ada pengaturan, tetapi bila diperhatikan akan tampak adanya penempatan bunga pada ruang kosong yang agak luas di antara bentuk-bentuk lain seperti Lar, Burung, Gunung, dan sebagainya. Penampilan bentuk-bentuk lain selain tumbuhan, penempatannya memperhatikan keseimbangan keseluruhan motif dalam suatu raport, sekaligus sebagai kombinasi Semen. Secara visual motif ini mempunyai keindahan yang terletak pada pengaturan elemen motif, stilasi bentuk yang mengarah ke bentuk flora, dan pemberian isen batik pada motif utama. Tiap-tiap ornamen mempunyai arti simbolis yang mengarah pada kepercayaan suatu kehidupan. Hubungan bentuk antara ornamen satu dengan lainnya mempunyai pengertian yang dalam tentang adanya kepercayaan suci. Seperti tersebut dikatakan oleh Kawindrosusanto 1981169, bahwa motif semen mempunyai pengertian yang ada kaitannya dengan kepercayaan. Kata semen berasal dari kata semi dengan akhiran an, yang artinya ada seminya. Adapun arti semi, adalah tunas yang sudah menjadi kodrat alam; dimana ada gunung yang terdapat tunas dan tumbuhtumbuhan. Meru melambangkan puncak gunung yang tinggi tempat bersemayamnya para Dewa, atau dianggap menjadi lingga lambang dari alam ini, maksudnya yang memberi hidup. Begitu pula yang tumbuh dari gunung tersebut, yaitu tumbuh-tumbuhan yang mengandung arti dan mak- 130 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003 sud dalam hubungannya dengan Meru. Diceritakan bahwa pada Meru terdapat mata air yang benama Kala-Kula. Para dewa yang minum air tersebut akan mati. Di daerah itu juga terdapat tumbuh-tumbuhan yang bernama Sandilata, yaitu pohon yang dapat menghidupkan orang yang sudah mati, hampir sama dengan Tirta Merta air kehidupan, yaitu air yang kekal abadi dan mengandung kekuatan gaib. Di atas Meru tumbuh pohon Soma yang dapat memberi kesakitan. Di sebelah Barat Laut Meru terdapat pohon suci bernama pohon jambu Wrekso atau disebut juga Sudarsono yang sangat indah dan menjulang keangkasa, sedangkan cabangnya sebanyak seratus ribu batang. Pohon ini memberikan segala rasa wisesa yang dapat diartikan Maha Kuasa atau Maha Suci. Maka dari itu semen mengarah pada unsur kehidupan yang mengadung pengertian suci. Hal itu tampak pada penyebaran unsur flora di seluruh bidang, sebagai tanda penyebaran benih supaya dapat bersemi. Penyebaran benih mengartikan adanya penyebaran benih kehidupan, seperti yang digambarkan berupa tanaman menjalar sebagai penggam-baran alat kelamin pria. Motif Semen dalam penerapannya di dalam Keraton diperuntukkan bagi Pangeran, Adipat, dan untuk pengantin pria pada waktu ijab kobul Semen Rama. Disamping Semen Rama masih ada jenis batik Semen lain seperti; Semen Gede, Semen Babon Angkrem, Semen Cuwiri, Semen Sawat, Semen Bondet, dan lain-lain. Gambar 1 Batik Motif Semen Sutanto, 1980 23 Pada motif Semen, ornamen tumbuh-tumbuhan sangat dominan, Pujianto, Metologi Jawa dalam Motif Batik Unsur Alam 131 seperti tumbuhan dan tumbuhan menjalar gunung yang menyebar ke kegala arah. Agar motif ini kesan hidup dan bermakna, maka ditampilan ornamen gunung, burung, kapal, bangunan dan sebagainya. MOTIF SAWAT GURDO Sawat dalam kamus Ranggawarsita 1994 244, berarti semi. Pengertian semi kemungkinan dari bentuk ornamen yang ditampilkan, yaitu untaian bunga atau daun. Motif Sawat ditampilkan dalam bentuk sayap burung, seperti dua sisi kembar kanan kiri disebut Marong, dua sayap terbuka kembar lengkap dengan ekor terbuka disebut Sawat, sedang satu sisi kanan atau kiri disebut lar, yang kesemuanya melambangkan keberanian atau keperkasaan. Pada perpindahan Keraton dari Kartasura ke Surakarta, Susuhunan Pakubuono II memakai motif Sawat. Agar kejadian ini menjadi peringatan bagi-nya dan keturunannya, maka jenis motif ini merupakan motif larangan, yang hanya boleh dipakai oleh Raja dan Keturunannya. Motif Sawat dengan penampilan dua sayap merupakan bentuk yang indah dan menyenangkan. Keindahan visual pada bentuk stilasi yang lembut dan luwes sesuai dengan bentuk sayap burung, mencerminkan kekuatan dan keperka-saan, seperti tampak pada bentuk Lar yang tegas. Bentuk motif ini sering ditiru atau sebagai sumber ide dari bentuk lain, misalnya seperti bentuk lambang Korpri. Dalam mitologi Hindu-Jawa, Lar adalah burung Garuda, yaitu sejenis burung berbentuk binatang berkaki manusia yang mempunyai sayap dan kepala seperti burung. Jenis burung inilah yang ditumpangi oleh Dewa Wisnu untuk naik ke Surga. Tirta, 1985 9. Menurut Rouffer dalam Sutaarga, 1964 13, motif Sawat dalam sejarah kerajaan Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung dipakai sebagai lambang kejayaan dan mempunyai pengertian kesaktian budaya yang menggam-barkan unsur kehidupan atau disebut sangkan paraning dumadi. Motif Sawat dapat dipahami mempunyai pengaruh yang luar biasa bagi pemakainya, yaitu Raja, agar dalam menjalankan tugasnya agar diberi kekuatan dalam mengayomi masyarakat. Raja merupakan jelmaan atau titisan Dewa, karena itulah segala keputusan peraturan merupakan yang terbaik bagi dirinya, keluarganya, maupun Abdi Dalem, dan rakyatnya. 132 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003 Gambar 2 Batik Motif Sawat Sutanto, 1980 25 Ornamen Sawat pada motif batik ini berukuran besar dan ditampilkan secara berulang-ulang sehingga kesan Sawatnya sangat dominan, meskipun ada pendukung ornamen lain, seperti burung merak, kalpataru, gunung meru, binatang berkaki empat, tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain MOTIF ALAS-ALASAN Alas-alasan berarti hutan, karena itulah segala sesuatunya hewan dan tumbuh-tumbuhan ada dalam motif ini seperti hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan. Motif Alas-alasan hampir sama dengan motif Semen, hanya saja ornamen hewannya lebih dominan dari pada ornamen tumbuhan hutannya, disamping itu ada juga stilasi laut, awan, dan hewan-hewan mitologi. Motif Alas-alasan ditampilkan dalam komposisi yang terkesan ramai dengan gaya bebas namun masih mengacu ke unsur alam. Bentuk-bentuk stilasi alam masih tampak jelas dalam bentuk yang sebenarnya, seperti jago dengan ayam betina, kupu dengan kumbang, harimau dengan kuda, dan sebagainya. Motif Alas-alasan menekankan pada objek binatang, sehinggga stilasi bentuk yang ditampilkan banyak mengarah ke unsur binatang dengan penempatan yang ditata rapi ke arah vertikal maupun horinsontal dengan jarak yang sama. Untuk memberi kesan tidak monoton dalam penempatan, maka peran tumbuh-tumbuhan sangat dibutuhkan sebagai pengisi ruang kosong dan sebagai penguhubung pada tiap-tiap bentuk binatang. Pengisian ruang kosong selalu dilakukan hingga kelihatan ramai dan liar semrawut seperti adanya hutan belantara yang penuh binatang dan tumbuh-tumbuhan liar. Dari segi visual, motif Alas-alasan Pujianto, Metologi Jawa dalam Motif Batik Unsur Alam 133 mempunyai keindahan yang luar biasa karena memasukkan unsur-unsur alam dengan objek hutan seisinya yang dibuat secara spontan seakan mengingatkan kita pada lukisan primitif dengan segala kemegahan seperti yang ditampilkan dengan warna emas. Motif Alas-alasan menggambar-kan keadaan hutan atau alam seisinya yang melambangkan keadaan Alam yang baik dan yang buruk Nagoro. 198811. Namun pengertian menurut Suryanto Sastroatmodjo 199347 motif Alas-alasan memberi pengertian bahwa, Alas-alasan berarti hewan yang dianggap sebagai lambang kesuburan dan kemakmuran. Bila diperhatikan secara teliti dan mendalam maka pada motif Alasalasan tampak adanya hewan yang merusak tanaman atau memangsa hewan lain seperti serangga dan macan, dan hewan yang tidak merusak tanaman seperti kupu-kupu, ular, dan sebagainya. Berbagai sifat hewan tersebut mengartikan adanya kehidupan di alam ini. Manusia yang hidup untuk menuju kemakmuran dan ketenteraman seringkali mendapat berbagai halangan dan rintangan. Motif Alas-alasan tidak tampil pada semua jenis kain batik, tetapi pada kain batik sebagai Dodot bangun-tulak dengan kombinasi pradan emas. Jenis batik ini sering digunakan oleh Raja untuk upacara-upacara agung, pengantin agung, dan tari Bedhaya. Gambar 3 Batik Motif Alas-alasan Sulyon, 1979270 Motif Alas-alasnya menggambarkan suasana hutan, maka dalam motif ini ditampilkan ornamen, semak-semak, tumbuhan gunung, burung, kura-kura, kelabang, katak, serangga, kepiting, merak, dan sebagainya. 134 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003 MITOLOGI Secara keseluruhan motif batik mengacu pada unsur alam, masingmasing stilasi bentuk mempunyai falsafah yang sama, mulai dari kehidupan air, darat dan kehidupan udara. Menurut paham Triloka, yaitu faham dari kebudayaan Hindu, unsur-unsur kehidupan tersebut terbagi menjadi tiga bagian, meliputi Alam Atas, Alam tengah, dan Alam Bawah. Contoh dari ketiga tempat tersebut adalah Burung melambang Alam Atas, Pohon melambangkan Alam Tengah, Ular melambangkan Alam Bawah Susanto, 19732. Ornamen yang berhubungan dengan Alam Atas atau udara seperti garuda, kupu-kupu, lidah api, burung atau binatang-binatang terbang, merupakan tempat pada Dewa. Ornamen yang berhubungan dengan Alam Tengah atau daratan, meliputi pohon hayat, tumbuh-tumbuhan, meru, binatang darat, dan bangunan, merupakan tempat manusia hidup. Ornamen yang berhubungan dengan air; seperti perahu, naga ular, dan binatang laut lainnya, merupakan Alam Bawah sebagai tempat orang yang hidupnya tidak benar dur angkoro murko Susanto, 1973235-237. Ornamen-ornamen yang biasa ditampilkan ke dalam motif Semen, Sawat, dan motif Alas-alasan menurut Susanto 1973235-237, dan Veldhuisen. 198828adalah Sawat atau garuda, melambangkan matahari atau tatasurya, kesaktian, dan keperkasaan Meru merupakan tempat Dewa melambangkan kehidupan dan kesuburan Pohon hayat, melambangkan kehidupan Lidah api melambangkan api, kesaktian, dan bakti Burung melambangkan umur panjang Binatang berkaki empat melambangkan keperkasaan dan kesaktian Kapal melambangkan cobaan Dampar atau tahta melambangkan keramat, tempat Raja Pusaka melambangkan wahyu, kegembiraan, dan ketenangan Naga melambangkan kesaktian dan kesuburan Kupu-kupu melambangkan kebahagiaan dan kemujuran. Pujianto, Metologi Jawa dalam Motif Batik Unsur Alam 135 Menurut Wiyoso Yudoseputro, motif yang sering digunakan di dalam batik mempunyai lambang tertentu, seperti Meru melambangkan tanah, bumi atau gunung tempat para Dewa Lidah api melambangkan api, Dewa Api, lambang yang sakti Barito melambangkan air, demikian juga binatang-binatang yang hidup di air, misalnya katak, ular, siput dan lain-lain Burung melambangkan Alam Atas atau udara Pohon melambangkan Alam Tengah Kupu-kupu melambangkan Alam Atas Pusaka melambangkan kegembiraan dan ketenangan Garuda melambangkan Matahari. Bila ornamen tersebut dikelompokkan berdasarkan wilayah Alam dalam falsafah Jawa, maka menjadi sebagai berikut ALAM BAWAH Perahu Naga ular Binatang air lainnya ALAM TENGAH ALAM ATAS Pohon Hayat Meru Bangunan Binatang berkaki Empat Pusaka Binatang-binatang Darat lainnya Garuda Burung Kupu-kupu Lidah Api Dampar Binatangbinatang Terbang lainnya Van Der Hoop 1949 166-178, bahwa Burung pada Nekara pada awalnya menggambarkan roh. Dalam mitologi Hindu, Burung merupakan kendaraan Whisnu, sehingga dalam kesenian Hindu-Jawa Burung Garuda dilambangkan Matahari atau Rajawali yang berlawanan dengan ular yang menjadi lambang air dan Alam Bawah. Bila diperhatikan, Naga Ular melambangkan kesaktian dan kesuburan. Mengapa dalam pewayangan, ular ditempatkan di Alam Bawah sebagai tempat para durjana, tempat orang yang hidupnya tidak benar yang , dalam faham Jawa disebut dur angkoro murko ?. Penempatan Naga Ular di Alam Bawah bagi masyarakat Jawa merupakan pangruwating dur ang- 136 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003 koro murko yaitu sebagai alat pencegah sifat durjana, jahat merusak Alam Tengah, tanpa memperhitungkan Alam Atas. Pohon Hayat yang ditempatkan di Alam Tengah merupakan penghubung Alam Atas dan bawah. Pohon Hayat mempunyai keEsaan tertinggi yang dapat disamakan dengan Brahmana dalam agama Hindu dan Tao filsafat Cina, merupakan sumber semua kehidupan, kekayaan, dan kemakmuran Hoop. 1949 274. Pohon Hayat digambarkan pula sebagai Gunungan, disebut juga kekayon dari perkataan kayu. Mula diarani kayon tegese, yaiku mujudake yen karepe manungso iku ora tetep, miturut apa kang dibutuhake . Bahwa yang dikatakan kekayon mempunyai arti karep keinginan, yaitu menggambarkan keinginan manusia yang tidak tetap menurut apa yang dibutuhkannya Sajid. 1958150. Gunungan digambarkan sebagai hutan seisinya, ada binatang terbang, binatang darat, ular, dan air. Semua itu merupakan perlambangan Jagat Gede yang tergabung dari ketiga Alam. Gunungan di dalam motif batik digambarkan sebagai Gunung atau Mehru yaitu tempat kediaman Dewa. Mehru digambarkan sebagai puncak yang tinggi dengan dikelilingi oleh tumbuh-tumbuhan gunung. Maksud dari ornamen tersebut di atas adalah menggambarkan, bahwa kehidupan manusia tidak akan kekal dan penuh cobaan di Alam ini Alam Tengah, apabila manusia di Alam Tengah berbuat salah akan mengakibatkan kesengsaraan Alam Bawah. Namun apabila ia dapat mengendalikan diri untuk mencapai kebenaran maka ia akan mendapat kemuliaan Alam Atas. Dapat disimbolkan bahwa manusia hidup tidak gampang, adakalanya sengsara, adakalanya mulya tergantung dari perbuatan dan pengendalian hidup dari manusia sendiri. Tabel 1. Mitologi Jawa dalam Motif Batik ORNAMEN Garuda Meru Dampar LAMBANG Matahari Dewa Raja X X X X X Pujianto, Metologi Jawa dalam Motif Batik Unsur Alam 137 X X X X X X X X X X Kemujuran Kesuburan Keramat Cobaan X Ketenangan Kebahagiaan Umur Panjang Kebaktian Kehidupan Keperkasaan X Kesaktian Pusaka Wahyu Pohon Hayat Lidah Api Burung Binatang Berkaki Empat Kapal Naga Kupu-kupu ARTI PANDANGAN HIDUP ORANG JAWA Kejawen merupakan pandangan hidup orang jawa yang didasari oleh sifat lahiriyah dan batiniyah, yaitu; Rela, Narimo, Temen, Sabar, dan Budi Luhur dengan rasa kekeluargaan dan kehormatan. Dalam hidupnya tidak harus ngoyo, sepadan, apa adanya, bersyukur dengan apa yang telah diberikan, dan bisa mengendalikan diri agar bisa bersifat adil sesemanya. Narimo ing pandum dan kalah keporo ngalah merupakan bagian dari darma baktinya kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk nandur kabecikan. Hal tersebut haruslah selaras antara lahir dan batin hingga akhirnya terwujud manunggaling kawulo Gusti. Dalam hidupnya, manusia mempunyai kasunyatan, yaitu asal-usul dan tujuan akhir manusia untuk menghadap Tuhan Yang Maha Esa, dan inilah yang dikatakan sangkan paraning dumadi. Sifat lahiriah dan batiniah pada diri orang Jawa selalu dituangkan dalam karya-karyanya seperti dalam motif batik unsur alam. Batik Keraton yang pada awalnya tercipta melalui meditasi tapa atau tirakat mutih, yaitu penjernihan diri dan penyerahan diri terhadap Yang Maha Kuasa, guna menghasilkan karya besar dan berbobot secara visual maupun spiritual. Batik adat yang berkembang di dalam keraton merupakan pangejawantahan unsur-unsur alam ke dalam kehidupan orang Jawa. Kehidupan sebagaimana dijalankan manusia sebagai kawulane Gusti, seperti 138 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003 Pancasila orang Jawa, tergambar pada bagan sebagai berikut SIFAT ORANG JAWA Rela Narimo Temen Sabar Budi Luhur FALSAFAH ORANG JAWA Manunggaling Kawulo Gusti Sangkan Paraning Dumadi Loroning Anunggal Dwi Tunggal UNSUR ALAM/ KEHIDUPAN Flora Fauna Benda Mati BATIK Motif Warna Teknik Penerapan Motif batik unsur alam yang memanfaatkan unsur-unsur alam, sebagai unsur motif seperti burung, binatang berkaki empat, ular, bunga, kupukupu, bangunan, perahu, karang, arah mata angin, dan sebagainya. Beberapa unsur alam tersebut kalau dikelompokkan menjadi tiga bagian menurut pengertian wilayah alam. Burung, kupu-kupu, dan sejenisnya merupakan penguasa Alam Atas, sebagai tempat para Dewa Tuhan. Binatang berkaki empat, bunga, dan sebagainya adalah menggambarkan Alam Tengah, merupakan tempat hidup manusia. Sedang ular, perahu, dan sebagainya menggambarkan Alam Bawah, yaitu tempat kehidupan yang tidak benar. Maksud dari ketiga wilayah keduniaan tersebut adalah sebagai peringatan kepada manusia, bahwa dalam hidupnya harus berbakti kepada Yang Maha Kuasa dan berhati sumeleh dalam menjalankan hidupnya. Apabila dalam hidupnya tidak benar, tentunya akan menemukan kesengsaraan pada dirinya. Maka untuk mencapai hidup yang tenteram dan damai harus selalu ingat pada Yang Maha Kuasa, saling menghormati dan menghargai sesamanya, sehingga tercermin manunggaling kawulo Gusti seperti yang terdapat pada motif Semen dan Alas-alasan. Warna batik ada yang mengarah ke warna merah seperti Cinde, mengarah ke hijau atau biru seperti Dodot, dan mengarah ke kuning kecokla- Pujianto, Metologi Jawa dalam Motif Batik Unsur Alam 139 tan seperti nyamping. Warna-warna yang ditampilkan pada batik adat tersebut mempunyai pengertian yang dalam bagi falsafah Jawa. Warna pada Cinde yang terdiri dari warna putih, merah, dan hitam yang melambangkan kehidupan, yaitu asal sangkaning dumadi. Kain Dodot berwarna hijau atau biru yang dipadu dengan prodo keemasan. Warna hijau merupakan kesayangan Ratu Pantai Selatan yang dianggap sebagai Dewa perdamaian dan ketentraman. Warna hijau bisa diartikan sebagai lambang kesuburan atau kehidupan, sedang prodo sebagai simbul kemurnian. Kesimpulannya, bahwa manusia dalam hidupnya haruslah mempunyai jiwa yang bersih dan murni dalam nandur kebecikan. Nyamping berwarna kuning kecoklatan soga yang dipadu dengan warna hitam dan putih sebagai isen motif. Warna putih menggambarkan dunia terang yang melambangkan kehidupan, warna kuning kecoklatan merupakan lambang kematangan dan kejujuran, sedang warna hitam adalah dunia petang sebagai lambang kelanggengan abadi. Manusia hidup di dunia haruslah mempunyai pikiran yang matang dan bersifat jujur sebagai bekal di dunia lain, yaitu alam baka sebagai suatu kelanggengan. Arah warna gradasi dari putih-kuning kecoklatan-hitam merupakan proses kehidupan manusia sebagai manunggaling kawulo Gusti. Dalam faham kesatuan antara Yang Maha Kuasa dengan manusia merupakan dua hal yang menjadi satu kesatuan yang disebut Loroning anunggal. Teknik pembuatan batik menggunakan canting berisi lilin panas yang dituangkan secara rapi dan halus, sehingga menghasilkan batik adat yang indah. Seperti batik keraton yang dikerjakan berhari-hari atau berbulanbulan oleh perajin-perajin batik tanpa mengenal lelah dan kebosanan, hanya demi darma bhaktinya terhadap Sang Atasan yaitu Raja dan Yang Maha Kuasa. Berdasarkan rela, narimo, temen, sabar, dan budi luhur tanpa ngoyo dalam mengerjakan sesuatu tentunya akan menghasilkan karya yang luar biasa, baik visual maupun spiritual. Dalam penerapannya selain sebagai busana harian batik, juga untuk upacara-upacara ritual. Dalam upacara ageng maupun alit dalam Keraton Mataram, batik adat mempunyai peran utama sebagai perlengkapan upacara yaitu sebagai nyamping. Bila dalam mengikuti upacara tidak memakai nyamping, maka dianggap melanggar pranatan yang ada dan tidak sopan. Di lingkungan keraton, batik dipakai dalam upacara-upacara, karena suatu keharusan yang ditaati, karena berhubungan dengan Yang 140 BAHASA DAN SENI, Tahun 31, Nomor 1, Februari 2003 Maha Kuasa yaitu manunggaling kawulo Gusti. KESIMPULAN Motif batik unsur alam terdiri dari tiga kelompok, yaitu; 1 motif Semen yang mempunyai pengertian tunas atau tumbuh menjalar, yang berarti kesuburan, 2 motif Sawat Garuda yang ditampilkan dengan dua sayap membentang terbuka, melambangkan keberanian atau kekerasan, 3 motif Alas-alasan hutan menggambarkan suasana hutan yang mencerminkan kehidupan alam ini, yang berupa rintangan dan ketentraman. Menurut paham Triloka, bahwa kehidupan di dunia ini terdiri dari Alam Atas, Alam Tengah, dan Alam Bawah. Ketiga kehidupan tersebut mempunyai maksud, bahwa manusia dilahirkan untuk hidup di dunia ini Alam Tengah dengan penuh cobaan Alam Bawah; jika dalam hidupnya manusia bisa menghindari cobaan dan menjalankan perintahnyaNya, maka akan mencapai kebahagiaan di akhirat Alam Atas, yang kesemuanya itu mencerminkan sangkan paraning dumadi. DAFTAR RUJUKAN Kawindrosusanto, Kuswadji. 1981. Mengenal Tari Klasik Gaya Yogyakarta, Tata Rias dan Busana Tari Yogyakarta. Yogyakarta Dewan Kesenian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Nagoro, Hardjo Krt. 1988. Sekapur Sirih tentang Pola Batik, Malam batik, Pola, dan Pesona. Surakarta UNS Press. Ranggawarsita, R. Ng. Winter Sr. 1994. Kamus Kawi-Jawa. Yogyakarta Gajah Mada University Press. Sajid. 1968. Bauwarna Wayang Jilid I Keterangan lan Rinenggo ing Gambar-gambar. Surakarta Widya Duta. Sastroatmodjo, Surjanto. 1993. Nyamping Batik Wibawaning Priyayi. Yogyakarta Djoko Lodang No. 1096. Sulyom, Garrett dan Bronwer. 1984. Fabric Traditions at Indonesia. Washington Woshington State University Press. Susanto, Sewan. 1973. Pembinaan Seni Batik Seri Susunan Motif Batik. Yogyakarta Balai Penelitian Batik dan Kerajinan. Susanto, Sewan. 1980. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Yogyakarta Balai Penelitian Batik dan Kerajinan. Sutaarga, Moh. Amir. 1964. Pembinaan Pola Batik. Jakarta Museum Tekstil Pujianto, Metologi Jawa dalam Motif Batik Unsur Alam 141 Tirta, Iwan. 1985. Simbolisme dalam Corak dan Warna Batik. Jakarta Femina. No. 28 XIII-23. Veldhuisen, Alit Djajasoebrata. 1973. On the Origin and Nature of Larangan. Washington DC The Textile Museum Van Der Hoop. 1949. Indonesische Siermotieven. Koninkligk Bataviasch Genootschap Van Kunsten en Weterschappen. Yudoseputro, Wiyoso. 1983. Mengenal Ragam Hias Jawa I B. Jakarta Departeman Pendidikan dan Kebudayan
IstanaLama Seri Menanti Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi, cari Istana lama Seri MenantiIstana Seri Menanti di Kuala Pilah, Negeri Sembilan Malaysia adalah sebuah istana yang dirujuk lazimnya dalam konteks ini adalah sebuah bangunan lama yang masih utuh, dan dibuat dari kayu yang menjadi kediaman resmi Yang di-Pertuan Besar Negeri Sembilan sekitar tahun
berperangai kurang baik, misalnya pada Dursasana, atau tokoh kurawa lainnya. Pada Golongan Raksasa, hampir semua tokohnya diwarna muka merah. Hal ini melambangkan sifat bengis dan getapan serta angkara murka yang dimiliki oleh karakter tokoh raksasa. Pada golongan panakawan, tidak ada yang memiliki warna wajah merah. Menurut Ki Hadi, makna-makna warna ini jika diaplikasikan ke tokoh- tokoh wayang secara khusus, belum tentu pemaknaannya sama. Seperti warna putih, pada tokoh Batara Kamajaya, lebih bermakna kebagusan dan kehalusan budi. Pada tokoh Anoman, lebih melambangkan kesucian budi dan kepolosan. Terkadang makna simbolis warna muka ini, lebih disesuaikan dengan karakter dan sifat setiap tokoh wayang, sehingga warna tersebut memiliki makna berbeda-beda ketika sudah diaplikasikan pada setiap tokoh wayang tertentu. 2. Warna badan wayang. Makna simbolis yang kedua yakni terletak pada warna badan dan busana wayang. Secara umum, tokoh-tokoh dewa kebanyakan hanya memiliki makna simbolis yang terdapat pada pewarnaan muka dan badan tiap tokohnya saja. Ada beberapa tokoh yang memiliki makna simbolis yang terdapat pada pewarnaan busananya yakni, Batara Bayu. Mengenakan kain poleng bang bintulu yakni bermotif kotak-kotak yang memiliki makna yang sama dengan busana Bima. Yakni melambangkan empat nafsu manusia yang sudah dikuasai oleh batara Bayu. Warna badan yang sering digunakan dalam tokoh wayang yang pertama, yakni warna badan prada atau kuning emas. Golongan dewa yang berbadan prada yakni terdapat pada pewarnaan badan Batara Guru gambar. Pada busana Batara Guru, kebanyakan memakai warna kuning emas brons yang melambangkan keagungan dan keluhuran, hal ini sesuai dengan karakter Batara Guru yang merupakan dewa tertinggi dalam dunia pewayangan. Pada golongan raja, berdasarkan penjelasan Ki Hadi, dalang sekaligus pembuat wayang di desa Tunahan, tokoh Raja pada wayang kulit buatan perajin desa Tunahan, kebanyakan menggunakan warna prada atau kuning emas pada pewarnaan badan, busana, atribut, dan aksesoris tokohnya. Warna prada atau kuning emas pada tokoh Raja, memiliki makna keagungan dan keluhuran. Meskipun secara umum, penggunaan warna prada ini, lebih bersifat estetis daripada simbolis. Badan tokoh wayang golongan Raja ini, kebanyakan diwarna prada atau hitam. Meskipun untuk pengecualian terdapat warna lain seperti, biru, merah, putih dan hijau. Warna merah, biasanya digunakan pada golongan raja yang bersifat bengis, sedangkan pada raja yang bersifat baik diwarna hitam, atau prada. Misalnya pada Puntadewa buatan perajin wayang desa Tunahan, diwarna kuning emas, hal ini melambangkan keluhuran, kegungan, dan kehalusan budi. Puntadewa adalah contoh raja yang memiliki sifat baik hati dan welas asih. Kebanyakan tokoh raja juga hanya memiliki makna simbolis pada pewarnaan muka saja. Pada bagian ini, secara khusus akan membahas makna simbolis yang terdapat pada warna badan dan busana yang dikenakan pada tokoh Kresna dan Baladewa. Kresna dengan badan kuning emas atau prada. Penulis menginterpretasikan bahwa, warna prada kuning emas yang terdapat pada tokoh Kresna melambangkan keagungan dan keluhuran budi. Hal ini karena Kresna adalah s osok raja yang baik hati dan bijaksana. Terbukti bahwa Kresna merupakan penasehat utama para tokoh pandawa. Demikian halnya dengan Baladewa yang juga berbadan prada, warna prada pada tubuh Baladewa memiliki makna Keagungan, kemewahan, dan keluhuran. Tokoh satria yang dibuat oleh perajin wayang desa Tunahan, juga sama seperti tokoh lainnya. Yakni memiliki makna simbolis yang hanya terdapat pada pewarnaan muka para tokohnya. Kebanyakan tokoh Satria diwarna kuning emas prada yang melambangkan ketampanan atau kehalusan budi. Khusus pada Bima, yang memiliki nilai simbolis tidaknya muka dan badan, melainkan juga pada busananya. Gambar. 4. 64 Empat macam warna kain poleng bang bintulu. Gambar oleh penulis. Busana yang menjadi ciri khasnya yakni kain dodot kampuh bang bintulu, pada wayang perajin desa Tunahan, hanya terdapat tiga warna saja yang dipakai pada pewarnaan kain bang bintulu Bima, yakni merah, hitam, dan putih. Yang lengkap pada busana Bima Suci terdiri dari 4 warna yakni merah, kuning, hitam, dan putih. Bentuknya berupa kain panjang seperti bentuk sarung bermotif kotak- kotak dengan corak poleng bang bintulu, yakni berwarna merah, hitam, kuning, dan putih. Empat macam warna itu berturut-turut menunjukkan warna nafsu-nafsu lauwamah, mutmainah, amarah, dan sufiah. Dari semua bentuk visual ornamen yang melekat pada tokoh Bima, kain kampuh ini merupakan hiasan yang utama daripada bentuk-bentuk hiasan yang lainnya. Walaupun hiasan ornament yang lain juga memiliki makna yang penting. Tiga dari empat warna tersebut yaitu hitam, merah, dan kuning mewarnai perangai manusia yang berakar pada masalah duniawi, sedangkan warna putih mencerminkan sifat kesucian dan kejujuran. Adapun makna dari tiap-tiap warna kain dodot kampuh bang bintulu adalah Warna hitam mewarnai kegelapan, kegusaran, dan kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan yang tidak baik. Warna merah mewarnai tindakan yang didorong nafsu dan tidak bijaksana. Kuning mewarnai tindakan manusia yang menuju pada perusakan serta merintangi kelestarian dan keselamatan. Warna putih mewarnai perilaku manusia yang mengarah pada kesucian dan keselamatan dan kebahagiaan sejati. Apabila warna putih itu dapat mengimbangi ketiga warna hitam, merah, dan kuning sekaligus, maka catur warna itu akan lengkap menjadikan manusia melakukan kesatuan kehidupan manusia sejati. Jadi keempat warna itu adalah gambaran nafsu-nafsu dari manusia, yang dalam kisah Bima suci ternyata Bima telah menguasai nafsu-nafsu itu. Keempat warna itu dilambangkan dalam gambaran kain kampuh bang bintulu yang dikenakan Bima yang merupakan ragam hias kotak-kotak atau poleng hitam putih melambangkan dua kekuatan berlawanan yang ada di muka bumi, yaitu baik buruk atau niskala dan sakala. Dalam pandangan kebatinan kejawen, kain kampuh bang bitulu itu lambang berkumpulnya sedherek gangsal manunggal bayu, yakni lima saudara yang memiliki kekuatan sama, namun berbeda kepribadiaannya. Lima orang bersaudara itu melambangkan watak manusia. Empat diantaranya melambangkan watak yang terkenal sebagai lauwamah hitam sifat angkara murka, amarah merah sifat brangasan, lekas naik darah. Supiah kuning kesenangan pada sesuatu kebendaan yang bersifat merusak, sedangkan mutmainah putih adalah sifat murni, jujur, dan yang kelima adalah mayang yang memberi petunjuk kearah tujuan yang baik. Gatotkaca adalah putra werkudara. Ia juga memiliki sifat seperti ayahnya yang berani dan tidak pernah gentar terhadap apapun dalam membela kebenaran dan negaranya. Warna prada pada pewarnaan tubuhnya melambangkan keluhuran dan keagungan. Hal ini sesuai dengan karakter Gatotkaca yang sakti dan berbudi luhur. Arjuna adalah salah satu pandawa. Warna kuning prada atau emas pada pewarnaan badan wayang melambang keagungan dan keluhuran budi seorang Arjuna. Hal in sesuai dengan karakter Arjuna yang baik hati, halus, dan disegani semua tokoh wayang termasuk para dewa. Pada Golongan raksasasa, selain memiliki warna badan merah, juga sering menggunakan warna badan prada. Misalnya pada pewarnaan Raksasa lihat gambar dan Rahwana lihat gambar Meskipun bentuk tubuhnya raksasa, namun rahwana merupakan keturunan raja dan ia juga seorang raja, maka tidak mengherankan jika tubuhnya diwarna prada. Makna warna badan prada pada tokoh raksasa ini lebih melambangkan kemewahan dan keagungan. Pada golongan panakawan yang terdapat didesa Tunahan, hampir keseluruhan tokoh diwarna prada. Gambar. Wayang berbadan hitam Narayana. Sumber Dokumentasi pribadi. Warna badan putih dan hitam. Tokoh yang memiliki warna badan putih dan hitam sangat jarang. Keseluruhan golongan wayang, hampir semuanya tidak memiliki tokoh yang berbadan putih. Salah satu contoh tokoh wayang yang berbadan putih yakni Anoman gambar. . Contoh wayang yang berbadan hitam yakni Narayana gambar. Gambar. Contoh wayang berbadan putih Anoman. Sumber Dokumentasi Pribadi. Warna badan merah. Tokoh yang memiliki warna badan merah juga sangat jarang. Hampir keseluruhan golongan wayang yakni, golongan dewa, golongan raksasa, golongan raja, golongan satria, dan golongan panakawan tidak memiliki tokoh berwarna badan merah kecuali golongan Raksasa. Kebanyakan tokoh raksasa memang memilili warna badan merah. warna merah pada tokoh Raksasa ini, melambangkan sifat dan karakter raksasa yang bengis, angkara murka, getapan, dan brangasan. Misalnya Cakil, ataupun tokoh kera seperti kapi Jembawan dan Subali. Selain warna badan, ada pula tokoh dewa yang menggunakan warna busana yang didominasi dengan warna merah menyala, yakni batara Brahma dan yamadipati. Pewarnaan Sang Hyang Yamadipati lihat gambar. didominasi dengan warna merah mencolok. Menurut Ki Hadi, salah satu informan penulis, tokoh Yamadipati tidak memiliki makna simbolis secara khusus pada pewarnaan busana. Kombinasi warna-warna yang digunakan lebih bertujuan estetis. Penulis menginterpretasikan, warna merah yang digunakan pada pewarnaan pakaian Yamadipati memiliki makna berani dan tegas. Sesuai denga karakter Yamadipati sebagai dewa pencabut nyawa, harus memiliki sikap tegas dan berani dalam menjalankan tugasnya. Pada Pewarnaan Batara Brahma lihat gambar. busana dan muka wayang diwarna merah menyala, hal ini melambangkan simbol api. Sesuai dengan karakter batara Brahma, yakni sebagai dewa yang menguasai api. Berdasarkan analisis tentang makna simbolis warna wayang karya perajin desa Tunahan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa warna muka dan badan wayang bermacam-macam. Yakni merah, hitam, putih, hijau, biru, dan prada. Warna rias wajah serta tubuh wayang pada wayang kulit memang mempunyai arti simbolis, akan tetapi tidak ada ketentuan umum yang tetap di sini. Terkadang pewarnaan muka pada wayang karya perajin desa Tunahan, lebih disesuaikan pada karakter yang ingin digambarkan pada tiap tokoh wayangnya. Warna rias merah untuk wajah misalnya, sebagian besar menunjukkan sifat angkara murka, akan tetapi tokoh Yamadipati atau Setyaki yang memiliki warna rias muka merah bukanlah tokoh angkara murka. Jadi karakter wayang tidaklah ditentukan oleh warna rias muka saja, tetapi juga ditentukan oleh unsur lain, seperti misalnya bentuk patron wayang itu sendiri. Penulis menginterpretasikan bahwa Tokoh Kresna dan tokoh Bima, baik yang mempunyai warna muka hitam maupun kuning, adalah tetap Kresna dan Bima dengan sifat-sifatnya yang telah banyak dikenal. Perbedaan warna muka seperti ini hanya untuk membedakan ruang dan waktu pemunculannya wanda wayang. Misalnya pada saat sedih, marah, berperang, atau sebagainya. Pada Tokoh Arjuna, Arjuna dengan warna muka kuning dipentaskan untuk adegan di dalam kraton, sedangkan Arjuna dengan warna muka hitam menunjukkan bahwa dia sedang dalam perjalanan atau untuk menunjukkan ketika muda, tua, dan sebagainya. Demikian pula halnya dengan tokoh Gatotkaca, Kresna, Werkudara dan lain-lain. 145 BAB V PENUTUP 1. Simpulan
MengapaCinta dilambangkan dengan bentuk Hati. Simbol ini digunakan untuk merepresentasikan "hati" yang telah banyak dikenal oleh bangsa barat untuk menandakan cinta atau kasih saying. Namun, kota lainnya memiliki makna lain untuk tanda ini. Bangsa Swedia mengartikan symbol hati dengan toilet atau tempat pembuangan. One of just a few 29 Welwyn Crescent, Coorparoo, is among Brisbane's coveted art deco homes. Photo SuppliedFrom the 1930s to 1950s, art deco houses and buildings sprang up all across Brisbane. After the trend emerged in Europe, Australian builders aimed to emulate a style that projected modernity and handful of art deco houses can still be found around Brisbane, if you know where to look. They range from small two-bedroom houses to colossal mansions, and buyers are generally enthusiastic and quick to lock down properties when they come on the bedrooms, 2 bathrooms, 2 car parksThe art deco-styled home in Welwyn Crescent sits on top of one of Coorparoo’s hills in Brisbane’s “Montrose on Welwyn”, the private estate is hidden behind rows of hedges, concealing the charming rendered white exterior, characteristic of art deco Bulimba agent Gemma Kunst said it was one of the most sought-after addresses in Coorparoo, with properties only changing hands every few years.“There’s sales that range from the mid to high $2 millions all the way to $ million.”It has been 10 years since 29 Welwyn Court was last on the bedrooms, 4 bathrooms, 3 car parksThis five-bedroom residence looks like a 1930s art deco build from the outside, but is a luxurious, modern home has a pool, bar, and water feature at the the most expensive property on this list, in Brisbane’s prestigious Ascot postcode, and is listed for $ For auction, June 174 bedrooms, 2 bathrooms, 2 car parksIn Stafford, a builder’s masterpiece is listed for auction next month. Bill Upton built the house for his family in 1954 and it includes some of the original furniture.Realty’s Ronny Cronqvist said Mr Upton was particularly pedantic and made sure the house was as close to perfect as possible.“There’s a story where Bill came to the building site and said the walls aren’t straight, and got them to do it again,” Mr Cronqvist said. “It’s got double cavity brick, which is a solid build.”He said there was a lot of interest in the property, due to the art deco bedrooms, 2 bathrooms, 1 car parkThe facade of 38 Emma Street – in Holland Park West – looks straight out of the the interior has been updated and makes for a perfectly modern was listed for auction, but has recently been placed under offer, so get in For auction June 174 bedrooms, 3 bathrooms, 2 car parksA charming art deco family home is up for sale in Hamilton, another of Brisbane’s premier suburbs. The home at 8 Grays Road has an aged exterior, but LJ Hooker Clayfield agent Stephen Hawke said the house was still a stunning example of the style.“The rendered exterior, the bay windows and a lovely big fireplace, wooden floorboards throughout,” he said. “There’s ornate cornices in the house, too; people notice those.”He said the river was visible from the deck, adding to the value of the house. Penelitianini bertujuan mendeskripsikan tipe, motif, dan historis komparatif cerita "Batang Garing" dengan cerita lain yang setipe dan semotif, seperti cerita Kalpataru, Pohon Bodhi, Pohon Biuro Projektów Architektonicznych, the architects behind the Debowa Housing Estate, got creative with limited resources to build their social housing project in Poland. The development consists of two portions; the majority of the design is the social housing part, but there is also a commercial segment. To make the Debowa Housing Estate stand out despite its restrictive budget, the architects stenciled on floral and bird images onto the facade of the residential portion. The social housing project positions itself to be noticed within the city; as a result, it serves as a catalyst to a larger dialogue about the role of social assistance. Implications - The eco movement is a dominant cultural force that informs the values of many. The movement prizes waste reduction. Companies looking to engage with these customers should consider how they can get creative on limited means. Tapitetap sarat nilai-nilai Islami. BERDIRINYA Masjid Agung Banten tidak lepas dari tradisi masa lalu, di mana dalam sebuah kota Islam terdapat minimal 4 komponen. Pertama, ada istana sebagai pusat pemerintahan dan tempat tinggal raja-raja. Kedua, Masjid Agung sebagai pusat peribadatan. Ketiga, ada alun-alun sebagai pusat kegiatan dan informasi. Origin is unreachable Error code 523 2023-06-15 094552 UTC What happened? The origin web server is not reachable. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Check your DNS Settings. A 523 error means that Cloudflare could not reach your host web server. The most common cause is that your DNS settings are incorrect. Please contact your hosting provider to confirm your origin IP and then make sure the correct IP is listed for your A record in your Cloudflare DNS Settings page. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d79e1e0db97b986 • Your IP • Performance & security by Cloudflare .
  • it1ugm8627.pages.dev/442
  • it1ugm8627.pages.dev/360
  • it1ugm8627.pages.dev/167
  • it1ugm8627.pages.dev/97
  • it1ugm8627.pages.dev/373
  • it1ugm8627.pages.dev/99
  • it1ugm8627.pages.dev/333
  • it1ugm8627.pages.dev/469
  • kediaman dewa dilambangkan dengan motif